Saat check in di Hotel Sumber Alam (sekarang namanya diganti menjadi Kampung Sumber Alam), hari sudah malam, sudah pukul 19.30. Kami –- aku, Ana, Wiwin, Triana – mendapat kamar tipe SUITE ARILEU, yang jumlahnya hanya dua, satu buat kami, dan satu lagi buat Awi beserta 2 anaknya yang masih balita, baby sitternya, dan tour leadernya. Kedua anak Awi ini diajak karena mamanya sudah meninggal pada tahun 2004. Harga untuk weekdays adalah Rp 1.125.000, harga weekend Jumat Rp 1.363.000, dan harga weekend Sabtu & libur Rp 1.583.500.
Letak cottage kami bersebelahan. Dari semua tipe kamar yang ada di Hotel Sumber Alam, Suite Arileu adalah kamar yang termahal. Karena semua kamar yang lain sudah penuh oleh karyawan & guru BPK Penabur, dua yang tersisa ini buat kami dan Awi. Inilah untungnya menjalin hubungan pertemanan, selalu mendapat fasilitas lebih. Kita selalu take and give. Ya, karena dalam tahun 2006 itu saya masih akan menggunakan jasa Citra Jaya Lestari untuk mengelola acara jalan-jalan kami ke Baturaden, Bali, dan Bandung.
Semua bangunan yang berupa cottage di Sumber Alam ini dibuat di atas kolam, dinding dan lantainya terbuat dari kayu/papan, dan atapnya dari ijuk. Di kolam tersebut terlihat ikan berwarna-warni yang berseliweran dan boleh kita pancing loh. Tapi, kita pasti kena charge untuk ikan yang terpancing tersebut. Selain ikan, di kolam tersebut juga terlihat bunga-bunga teratai berwarna merah muda. Kolam renang yang ada berair panas alami karena di daerah tersebut terkenal dengan sumber air panas alami.
Cottage kami terdiri dari dua lantai, dengan dua kamar, yaitu kamar atas dan kamar bawah yang lebih besar. Ada ruang tamu, ruang makan, kamar mandi dengan kolam air dingin, dan whirlpool (kolam rendam yang ada pusaran airnya) berair panas, yang terletak di belakang cottage. Teras bagian depan menghadap kolam. Kita bisa tidur-tiduran atau atau duduk-duduk di situ sambil memancing. Kalau malam, tempat ini romantis banget buat berduaan dengan pasangan. Kalau gak percaya, buktiin aja!
Karena badan penat setelah duduk sekitar 6 jam di bus, kami bertiga – aku, Ana, Wiwin – memutuskan untuk berendam di whirlpool. Jadi, pukul 20.00 itu kami berendam sekalian mandi. Air panas kan bisa untuk terapi, yaitu melancarkan peredaran darah. Wow, airnya benar-benar panas! Air panas alami tersebut tidak mandeg, tetapi mengalir terus, dan terbuang ke kolam. Kami masukkan kaki dulu, baru masuk sedikit demi sedikit sampai sebatas leher. Rasanya pengen berendam terus, tapi karena waktu semakin malam terpaksa acara berendam itu kami sudahi pukul 21.30. Aaah, penat-penat lenyap dan segar kembali!
Whirlpool tersebut berdindingkan bambu utuh yang disusun rapat, berlantaikan batu-batu kali, beratapkan langit, dan air panasnya mengalir dengan deras. Di kamar mandinya yang cukup luas juga terdapat kolam rendam dengan air dingin yang mengalir deras. Kalau kita tidak mau berendam, kita bisa mandi dengan menggunakan shower.
Selesai berendam, kami pergi keluar hotel beramai-ramai – semua penghuni kamar kami, Heru, Awi, dan Vicki – untuk mencari minuman penghangat badan, yaitu bandrek dan bajigur di sekitar hotel. Ternyata, tak jauh dari hotel ada warung yang menjual minuman tersebut. Aku memesan bandrek, yaitu minuman yang terbuat dari jahe, daun sereh, dan gula aren yang direbus. Akan lebih nikmat rasanya apabila ditambahkan susu kental manis dalam penyajiannya. Di rumah si mbak sering membuat bandrek tersebut. Dan, rasanya mantap! Tak berbeda jauh dengan bandrek, bajigur juga terbuat dari gula aren, santan, kolang-kaling, dan rempah-rempah. Dalam penyajiannya, bagi yang suka bisa ditambahkan susu. Semua minuman dan makanan – mie rebus & makanan kecil – yang kami pesan dibayar oleh Awi. Kami kembali ke hotel pukul 23.00. Waktunya untuk beristirahat.
Keesokan harinya, sebelum sarapan, kusempatkan diri untuk berfoto ria dengan Ana. Sayang, cuma sedikit fotonya karena kami harus cepat-cepat sarapan dan harus check out pukul 09.00. Dalam perjalanan ke ruang makan terlihat Gunung Papandayan di kejauhan. Sayang sekali tempat sebagus ini hanya dapat kami nikmati beberapa jam saja.
Kukira menu breakfast-nya biasa-biasa saja, ternyata dugaanku keliru. Ada berbagai hidangan yang bisa kita nikmati, seperti omelet, nasi goreng, bubur spesial, sosis goreng, roti panggang, aneka salad, aneka jus buah segar, dan minuman lain yang sudah umum. Kuambil bubur sedikit, hmm yummy! Kuambil lagi omelet, salad, jus jeruk, dan beberapa potong sosis yang digoreng tidak terlalu kering. Sosisnya enak, berbeda rasanya dengan sosis di supermarket. Setelah sarapan, kami meninggalkan Garut untuk melanjutkan perjalanan menuju Bandung.
Sebenarnya di Garut ada objek wisata yang lebih bagus daripada Situ Bagendit – yang kami kunjungi pertama kali --, yaitu Danau Cangkuang. Danau Cangkuang tersebut terletak di Desa Cangkuang, Leles, Garut. Di tengah danau terdapat pulau kecil dan di situ ada candi agama Hindu. Danaunya ditumbuhi bunga teratai berwarna merah muda. Waktu kutanyakan kepada Awi, kenapa memilih Situ Bagendit. Katanya, yang mengatur panitia, orang-orang Sekretariat BPK Penabur, padahal Awi sudah membuat rencana perjalanan dengan memasukkan Danau Cangkuang sebagai objek kunjungan.
Sabtu, 27 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Rur, selamat ya...! Lanjut terus pasti bagus, karena kepiawaianmu menulis sangat bagus....apalagi ditambah foto pendukung. Sukses Rur....!
BalasHapus